Dinamika Politik Agraria di Indonesia
Indonesia adalah sebuah negara yang berada didalam garis khatulistiwa, tentunya ini merupakan keuntungan bagi rakyatnya? Tanah subur terbentang luas, akan tetapi kondisi ini beranding terbalik dengan nasib para petani. Lahan yang subur ternyata tidak mampu mengeluarkan petani dari garis kemiskinan. Hali ini tidak terlepas dari kebijakan yang diambil oleh pemerintah yang lebih cenderung berpihak kepada pemilik modal (pengusaha).
Orde lama telah melakukan
perubahan besar dalam kebijakan politik agraria, Orde lama dibawah kendali
Soekarno telah melahirkan sebuah karya besar yakni UUPA 1960. UU tersebut
seolah-olah memberikan secercah harapan untuk keluar dari permasalahan agraria warisan
kolonial. Kepemimpinan yang populis dan kharismatik telah mampu meredam setiap
gejolak yang terjadi antara kelompok massa kiri (PKI dan Simpatisannya) Vs
Militer dan partai-partai Islam.
Pasca tumbangnya soekarno pada
1967, militer menjelma sebagai kekuatan baru untuk mendukung pemerintahan Orde
Baru. Dari sinilah sistem kapitalisme kembali muncul, kebijakan populis politik
agraria yang sebelumnya diterapkan oleh Soekarno dirubah menuju kapitalisme.
Orde baru yang dinahkodai
Soeharto telah menerapkan sistem baru dalam politik agrarianya. Pemilik modal
kembali berkuasa di negeri ini, dan itu artinya sistem kapitalisme telah
berkuasa kembali. Pengambilan paksa hak atas tanah rakyat, pengusiran dan
pengambilan tanah adat demi kepentingan pengusaha asing, merupakan cerminan
dari kolonialisme yang terjadi pada bangsa ini sebelum merdeka.
Dalam kepemimpinannya, stabilitas
menjadi prioritas utama bagi pemerintahan Orde Baru, oleh karena itu untuk
menyukseskan ideologi Pembangunaisme, pemerintah melalui militer, telah
melakukan tindakan represif kepada setiap individu dan kelompok yang tidak
sepaham. PKI ditumpas, organisasi-organisasi yang bersebrangan dibubarkan dan
hak rakyat untuk menyampaikan pendapatnya telah dibungkam oleh kekuatan
militer.
Dengan kondisi yang semakin tidak
menguntungkan tersebut, lagi-lagi petani menjadi korban dari kebijakan yang
diambil oleh pemerintah. Tanah sebagai sumber kehidupan telah dirampas, lahan
pertanian yang seharusnya menjadi tempat mencari nafkah bagi petani dan
keluarganya telah dialih fungsikan untuk pembangunan pabrik bagi pemilik modal
baik lokal maupun asing, hal ini cukup ironis mengingat negara Indonesia yang
mayoritas masyarakatnya petani justru merubah pembangunan ekonomi negara justru
diarahkan kearah industri.
Sebutan negara agraris bagi
Indonesia sama sekali belum menyadarkan Pemerintah untuk lebih memperhatikan
dan menjamin kesejahteraan dari masyarakat yang notabene mayoritas petani. Oleh
karena itu sejarah kelam dari masa Orde Baru dengan sistem pemerintahan yang
Otoriter, Sentralistik sudah sepatutnya menjadi pelajaran bagi pemerintah untuk
lebih mengedepankan pemerataan pembangunan, keberpihakan pada rakyat dalam
setiap kasus agraia mutlak harus dilakukan. Keberhasilan dalam meningkatkan
posisi ekonomi rakyat merupakan fungsi dari sistem sosial secara keseluruhan
terlebih bagi negara (pemerintah) sebagai fasilitatornya.
Kalau dilihat dari buku yang ditulis oleh Noer Fauzi dalam buku “Petani dan Penguasa” sangat jelas tergambarkan bagaimana pertarungan antara kelompok Kapitalis dan Sosialis dalam mempengaruhi kebijakan politik agraria.
Posting Komentar untuk "Dinamika Politik Agraria di Indonesia"