Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pupuk Organik Demi Masa Depan Bumi

 


Manusia beranggapan bahwa seluruh isi bumi disediakan untuk kebutuhan dirinya. Pemahaman ini disebut antroposentrik. Padahal, manusia sama kedudukannya dengan makhluk hidup atau disebut ekosentrik. Sebab, tidak mungkin manusia mampu bertahan hidup tanpa mahkluk lain. Dengan kata lain manusia hidup dalam sistem yang terjadi keterkaitan serta ketergantungan dengan makhluk hidup dengan berbagai benda (pengada nirhidup).

Dalam tulisan ini, saya mencoba memberikan kontribusi yang menjelaskan bahwa penyelamatan bumi dari perpektif pertanian. Perpketif pertanian di era krisis ekonomi global.

Dalam berita utama harian Analisa yang diterbitkan di kota Medan di awal tahun 2009 menuliskan bahwa penjualan sayur oraganik tidak banyak terimbas krisis keuangan global di Pasar Pangan Utuh di La Jolla, California, AS. Resesi yang melanda Amerika ketika itu justru merupakan sebuah ujian atas komitmen warga Amerika apakah masih mampu mengkonsumsi sayur-mayur organik di tengah tsunami ekonomi global. Hal semacam ini harus menjadi inspirasi bagi kebijakan pengguna pupuk organik di Indonesia.

Kebijakan pemerintah memberikan subsidi kepada pupuk kimia menjadi kontroversial. Petani di berbagai daerah nusantara merasa diperlakukan tidak adil karena mereka kesulitan mendapatkannya. Akibatnya, sekelompok petani mengancam pemerintah untuk tidak membayar pajak. Dari berbagai sumber diketahui bahwa pupuk kimia bersubsidi banyak terjadi penyelewengan, lebih tragis ditemukan ratusan ton pupuk kimia bersubsidi ditemukan dipelabuhan Dumai provinsi Riau yang direncanakan akan diselundupkan ke negeri jiran, Malaysia. Berbagai kasus penyelewengan subsidi pupuk berulangkali kita baca, dengan dan melihatnya di berbagai media cetak maupun elektronik.

Penggunaan pupuk kimia mengakibatkan kerusakan tekstur tanah, ketidakseimbangan mikroorganisme, produktivitas tanah menurun, kemampuan menahan air menurun, rentan terhadap hama sehingga membutuhkan pestisida kimiawi, kemungkinan besar meracuni tanah dan tanaman yang akibatnya mengganggu kesehatan. Dalam waktu yang panjang tanah akan tandus dan sulit dikembalikan unsur haranya. Tanah yang tandus akibat penggunaan pupuk kimia, membutuhkan ratusan tahun untuk mengembalikan unsur haranya.

Penggunaan pupuk organik mengakibatkan tekstur tanah menjadi lebih baik, aerasi tanah diperbaiki, penyerapan dan pengeluaran air dapat diperbaiki, adanya kegiatan cacing tanah dan mikroorganisme menyebabkan tanah menjadi sarang/remah dan akibatnya tanah semakin subur. Penyediaan hara yang diperlukan tanaman secara bertahap, pertumbuhan tanaman dengan media yang kaya bahan organik, aman bagi lingkungan, murah, secara swadaya dapat memenuhi kebutuhan petani.

Dari aspek teknis, sosial, ekonomi, dan ekologi penggunaan pupuk organik sangat menguntungkan. Lalu, muncul pertanyaan, mengapa pemerintah lebih tertarik memberi subsidi ke pupuk kimia daripada pupuk organik?. Apalagi, di hampir semua lahan pertanian di luar pulau Jawa informasi tanah tentang kebutuhan pupuk belum tersedia. Dengan kata lain petani bisa saja memberikan pupuk urea ke tanah yang sesungguhnya tidak membutuhkan urea. Sebaliknya, petani memberikan pupuk NPK, TSP, padahal tanah itu membutuhkan urea. Mubazir, bukan?.

Penggunaan pupuk kimia yang secara otomatis diikuti penggunaan pestisida mengakibatkan gangguan kesehatan bagi manusia dan keanekaragaman hayati (biodiversity). Aliran air dari sawah yang berkumpul di sungai-sungai yang bermuara ke danau, waduk dan laut mengakibatkan terkumpulnya air yang tercemar. Pencemaran air mengakibatkan fungsi danau, waduk sebagai irigasi, sumber air minum untuk diolah menjadi terganggu. Akibatnya, danau, waduk dan laut di wilayah Indonesia tercemar.

Melihat pengalaman empirik bahwa pertanian yang tidak mengandung resiko ancaman terhadap kehidupan manusia adalah pertanian organik atau acapkali disebut Pertanian Selaras Alam (PSA), maka sudah waktunya pemerintah memberikan insentif bagi petani yang melakukan PSA. Hal ini dilakukan untuk mendorong para petani untuk melakukan PSA. Apalagi, dalam konteks pemanasan global (global warming), PSA menjadi mutlak dilakukan.

PSA semakin mendesak ketika krisis keuangan global terjadi. Selama ini petani kita sangat tergantung dengan sistem ekonomi global akibat mandulnya fungsi pemerintah sebagai kontrol. Petani kita menjadi korban canggihnya manajemen pemasaran kaum kapitalis. Kemandirian yang menghargai alam berubah menjadi ketidakberdayaan akibat lumpuhnya perekonomian global. Pikiran para petani berubah akibat rayuan kaum kapitalis. Ilmu dasar pertanian tidak mengakar di hati rakyat. Sarjana Pertanian umumnya lebih memilih mendukung sistem kapitalis. Akibatnya, kearifan lokal (local wisdom) ditinggalkan. Padahal, waktu telah membuktikan kerifan lokal mampu menjaga keseimbangan lingkungan.

Dalam rangka mengembalikan kemandirian para petani, dan mendukung PSA, selain memberikan insentif bagi kelompok-kelompok tani yang telah tertata dengan baik maka perlu dukungan pemerintah dengan cara, pertama, pemerintah menyediakan hardware berupa teknologi tepat guna dalam membantu pembuatan kompos dan bokasi. Dengan kata lain, pemerintah menyediakan teknologi yang berhubungan dengan PSA. Kedua, pemerintah menyediakan software berupa unit-unit pengembangan seperti kajian pertanian di setiap wilayah. Dengan demikian pola pertanian semakin dinamik di setiap wilayah.

Dalam konteks ini, bisa saja pemerintah membuat khusus Direktur Jenderal (Dirjen) PSA. Dengan adanya Dirjen PSA, maka pertanian kita yang selama ini tergantung terhadap sistem ekonomi global berubah menjadi pertanian yang mandiri, selaras dengan alam dan tidak terganggu oleh krisis ekonomi global.

Posting Komentar untuk "Pupuk Organik Demi Masa Depan Bumi"